GUr5GSz7GSr9TpriTpA6BSdi

CatatanRamadhan [14] Kasih Jedah Ketika Hendak Marah

#CatatanRamadhan [14]
Kasih Jedah Ketika Hendak Marah

Ketika ada percikan amarah jangan langsung injek gas, berilah Jedah dengan cara menarik nafas atau merubah posisi. Kalau tidak sedang puasa, minumlah air putih atau kalau memungkinkan ambil wudlu.

Penulis: Karnoto | Founder: ANANetworking
Website: www.notostory.my.id | Youtube: NotoStory

Sore menjelang berbuka puasa seorang Ibu teriak - teriak karena anaknya tidak mau diajak pulang ketika diajak belanja di minimarket ternama.

"Ayoo pulang, kalau ga mau sudahlah Mama tinggal nih," kata Si Ibu dengan nada tinggi berulang kali.

Tapi si anak usia sekolah dasar kelas satu justru seperti ngajak main petak umpet dan semakin memancing emosi sang Ibu. "Mamah hitung nih, kalau sampai ketiga tidak mau pulang Mama tinggal nih," teriak lagi dengan nada lebih tinggi.

Saya, pramuniaga dan beberapa pengunjung tentu saja merasa risi dan terganggu. Dalam hati saya bilang begini, Bu ga usah teriak tinggal dideketin dan dibujuk saja.

Mau saya sampaikan ke Ibu itu tapi khawatir tersinggung nanti justru membuat suasana kebakaran kan repot urusannya, pemadam kebakaran amarahnya orang kan berbeda - beda.

Dari peristiwa ini saya mencoba memetik hikmahnya. Saya coba mendudukan pada dua posisi, pertama posisi Si ibu dan Si Anak. Mungkin Si Ibu lagi ada masalah di rumah atau ada janjian dengan seseorang yang dideadline waktu sehingga emosinya terbakar.

Pinternya setan tahu saja cela memercikan api kemarahan kepada Si ibu jadilah meledak seperti kompor semawar nasi goreng tingga tungku. Untung saja saya bawa karung goni jadi tidak ikut ledakan kemarahan.

Kalau saya dalam posisi Si Anak, mungkin dia ingin agak Lamaan dikit di minimarket, paling tidak ngadem dan ada suasana baru dibandingkan di rumah. Cuma mungkin tidak punya kemampuan merangkai kata layaknya pujangga yang bersyair.

Tapi karena dia objek itu berbeda usia sehingga struktur otak dan kelistrikan otomatis seharusnya si Ibu yang mengalah. Saya suka bilang ke istri kalau misalkan ada percikan yang menjurus kepada emosi atau kemarahan kasihlah Jedah.

Maksdnya begini, ketika ada percikan amarah jangan langsung injek gas, berilah Jedah dengan cara menarik nafas atau merubah posisi. Kalau tidak sedang puasa, minumlah air putih atau kalau memungkinkan ambil wudlu.

Biar ada delay antara percikan kemarahan dengan ekspresi kemarahan, entah itu meluncur dari lidah yang tidak berekor, eh tidak berulang atau dari tangan kita.

Kalau tidak diberi Jedah, jarak atau delay maka amarah itu bukan saja hanya akan membakar kita dan objek yang ingin kita marahan, tapi juga orang yang ada di sekliling kita dan tidak tahu menahu serta tidak ada kaitannya akan ikut terbakar.

Repotnya lagi orang - orang di sekelilingbya seperti kayu bakar kering, pasti akan ada bencana jamaah dan ini akan membuat semakin rumit karena sudah melibatkan orang lain yang tidak ada kaitannya.


Nah, Ramadhan itu sebenarnya proses pembelajaran kita untuk mendekat atau mengatur Jedah api amarah.

Ramadhan sepeti alaram yang ada di otak kita dan dia akan berbunyi ketika ada yang tidak beres, semisal percikan api atau api besar. Bunyi alaramnya tentu saja tidak seperti alarm pemadam kebakaran atau ambulance.

"Untung lagi puasa, kalau ga mah abis nih," itu bunyi alaram yang dirancang otomatis saat Ramadhan. Ada juga yang berbunyi Sabar ini ujian orang berpuasa. Apapun itu bunyinya yang pasti alaram Ramadhan itu bekerja efektif.

Pada kasus di atas mungkin alarm Si Ibu lagi konslet atau baterainya habis sehingga alaramnya tidak berbunyi. Bisa juga alaramnya bunyi berkali - kali tapi kurang nyaring sehingga tidak jelas terdengar.

Bisa juga alarmnya berbunyi keras dan si Ibu mendengar tapi pura - pura tidak mendengar. Kita sering lupa bahwa ada malaikat yang memencet alaram ketika ada kode berbahaya tapi juga ada andil setan yang justru mematikan alarm. ****


Type above and press Enter to search.