Sekarang saya tahu mengapa dalam satu keluarga karakter anak -anak berbeda. Ini disebabkan anak -anak lahir dan tumbuh pada situasi yang berbeda.
Anak pertama kami misalnya, dia lahir pada situasi dimana orangtua kami baru memiliki cucu dan kami juga baru memiliki anak atau baru saja menjadi seorang Ayah dan Ibu.
Karena pertama, tentu saja anak pertama saya benar- benar mendapat respon penuh persiapan dicampur kelelahan dan sedikit dag Dig sug. Bagaimana kami persiapan menyambut kedatangannya di dunia.
Namanya juga baru menjadi Ayah, ada perasaan bingung, senang dan bahagia karena ada anggota baru generasi penerus kami. Karena kebahagiaan setelah menikah adalah dikarunia anak.
Beli ini, beli itu, tanya sana- sini lahir dimana yang kira- kira nyaman dan segala macam. Begitu lahir dan tumbuh anak-anak saya pun mencari cari formulasi bagaimana mendidik anak.
Pernah suatu waktu jam dua dini hari anak saya ngajak main dan sampai menjelang Subuh padahal siang harinya saya baru muter-muter karena ketika itu saya masih bekerja di Radar Banten.
Tapi karena lagi senang baru menjadi Ayah lelah pun tidak dirasa walaupun kaget juga. Kata penjual mainan mah, sayang anak, sayang anak..
Anak kedua lain lagi ceritanya. Dia lahir pada situasi kami lagi merintis bisnis kuliner dan dia kurang penuh seperti anak pertama kami, karena kami harus sibuk mengurus bisnis.
Tapi untungnya kami sudah punya rumah sendiri dengan luas 105 meter persegi dan lokasinya di pinggir kami merasa lebih dari cukup, ada kasur empuk, kamar sudah ada AC nya, punya ranjang bayi yang kami desain sendiri dan unik.
Saya masih ingat desain ranjang itu saya download gambarnya di google lalu bikin di tukang mebel. Kalau tidak salah saya Rp 3,5 juta.
Sampai sekarang ranjang bayi itu masih kokoh karena memang terbuat dari kayu bagus dengan desain lengkap fiturnya, ada lacinya tiga slot buat nyimpen pakaian bayi, perlengkapan mandi.
Tempat tidur anak yang kami desain sendiri. dok/foto:pribadi |
Lahir anak ketiga lain lagi ceritanya, kami baru merantau ke tempat baru di Tangerang kota karena saya bekerja di Jakarta. Lingkungan kami baru, orangnya baru semua dan situasi lingkunganya jauh berbeda dengan anak pertama dan kedua.
Lalu anak keempat juga beda lagi ceritanya. Dia lahir pada situasi yang juga berbeda dengan anak pertama, kedua dan ketiga. Dari sini saya faham mengapa anak -anak berbeda gaya meski terlahir dari rahim yang sama.
Singkatnya, setiap anak punya ceritanya masing-masing. Dan saya juga meyakini mereka ketika dewasa nanti juga akan punya cerita masing-masing.
Kami tidak tahu anak kelima nanti ceritanya akan seperti apa. Yang pasti keyakinan kami kalau nanti lahir ke dunia juga akan punya ceritanya sendiri.***
Penulis
Karnoto