GUr5GSz7GSr9TpriTpA6BSdi

CatatanRamadhan [Bagian 3] Menulis dan Berenang



#CatatanRamadhan [Bagian 3]
Menulis dan Berenang

"Menulis itu seperti kita berenang. Biarpun kita sering ke kolam renang atau sewa jasa instruktur renang profesional sekalipun tapi kalau kita tidak pernah berenang ya ga bakalan kita bisa renang,"

Penulis: Karnoto| Foto: Pribadi

"Bedanya penulis dengan buka penulis apa?" tanya Mba Helvi Tyana Rosa, mantan Ketua Umum Lingkar Pena dalam sebuah diskusi dengan para guru di BLKI Banten beberapa tahun lalu.

Saya kebetulan sama - sama menjadi narasumber waktu itu dan duduknya di samping Mba Helvy. Dia mengulas dari sisi penulis novel sedangkan saya dari perspektif jurnalis karena waktu itu saya masih bekerja di Radar Banten.

Mendengar pertanyaan Mba Helvy dalam hati saya sebenarnya menunggu apa ya jawabanya. Mungkin sama dengan para guru yang menjadi peserta saat itu. 

Lalu Mba Helvy memberikan jawaban atas pertanyaan sendiri. Menurut dia, bedanya penulis dengan yang bukan penulis adalah kalau penulis punya ide dia tulis sedangkan yang bukan penulis tidak pernah dia tulis.

"Sesimple itu sebenarnya," kata Mba Helvy meyakinkan para peserta. Dia kembali menjelaskan, apa yang dia tulis bisa jadi sebenarnya ada dalam fikiran para peserta.

"Cuma bedanya ibu dan bapak tidak ditulis kalau saya ide ditulis," katanya. Mendengar penjelasan Mba Helvy para peserta manggut - manggur.

Saatnya giliran saya yang mendapat kesempatan bicara. Karena Mba Helvy memulai dengan kalimat motivasi maka saya juga mengimbangi.

"Menulis itu seperti kita berenang. Biarpun kita sering ke kolam renang atau sewa jasa instruktur renang profesional sekalipun tapi kalau kita tidak pernah berenang ya ga bakalan kita bisa renang," kata saya.

Saya sampaikan, miriplah dengan menulis. Walaupun ide bapak ibu banyak, terus mengikuti training penulisan sampai ke Jakarta bahkan ke luar negeri sekalipun tapi tidak pernah nyemplung menulis ya ga bakalan bisa menulis.

"Menulis itu sama sebenarnya dengan kita bicara, disana ada pesan yang ingin kita sampaikan ada ide dan gagasan. Menulis juga kan pasti ada pesan bedanya media yang dipakai aja," jelas saya.

Waktu itu saya sampaikan juga bahwa menulis itu proses belajar menyatukan fikiran, hati dan gerakan tangan. Dan ini butuh latihan, tidak serta merta langsung bisa. "Saya bisa menulis berita juga karena latihan dan belajar," kata saya.

Di ujung acara saya sampaikan kutipan seorang tokoh pergerakan Muslim. “Satu peluru hanya mampu menembusi satu kepala namun satu tulisan bisa menembusi beribu kepala, malah jutaan.”

― Sayyid Qutb -

Saya tambain juga bahwa melalui tulisan sesuatu yang biasa saja bisa menjadi luar biasa atau sebaliknya sesuatu yang luar biasa, bisa menjadi biasa saja tergantung kita menulisnya seperti apa.

Dan di era perang informasi seperti sekarang urgen sebenarnya buat kita memiliki kemampuan menulis. Karena dengan skill menulis itu kita bisa mengimbangi opini atau narasi yang tidak menguntungkan kita.


Type above and press Enter to search.